Friday, 26 April 2024

Berita

Berita Utama

Bahas Kasus WNI di Tawau, Kepala BP2MI: Kita Gerak Cepat, Akhiri Ego Sektoral

-

00.06 30 June 2022 932

BP2MI berkunjung ke Kantor Solidaritas Perempuan

Jakarta, BP2MI (30/06) – Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani, mengunjungi Kantor Solidaritas Perempuan (SP), yang berada di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, pada Kamis, (30/06) siang. Kedatangan Kepala BP2MI beserta jajarannya disambut langsung oleh para pengurus SP baik yang hadir secara langsung, ataupun secara online. Selain bersilaturahmi, kunjungan ini bertujuan untuk meluruskan isu mengenai 149 Warga Negara Indonesia (WNI) yang meninggal di Detensi Tawau, Malaysia.

Sebelum berkunjung ke Kantor SP, Benny Rhamdani sempat mendatangi Kedutaan Besar Malaysia untuk meminta keterangan mengenai kejadian di Tawau. Berdasarkan info yang didapat, terjadi kesalahan pendataan terhadap jumlah korban WNI meninggal yang diberitakan oleh media. Data sebenarnya, dari 149 yang meninggal, jumlah WNI adalah 18 orang, dan sisanya merupakan Warga Negara Asing (WNA) dari banyak negara.

“Ini menjadi momentum agar negara sadar bahwa Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bekerja disana diperlakukan tidak baik oleh pihak Malaysia. Adanya penghinaan secara verbal, perampasan harta benda, uang, yang dilakukan oleh para petugas Imigrasi Malaysia. Juga terkait fasilitas yang kurang memadai di tempat penampungan, hingga banyak PMI menderita penyakit kulit yang parah,” ungkap Benny.

Tak hanya itu, Benny juga mengatakan, ini adalah masalah yang sangat kompleks. Kejadian ini menunjukan  lemahnya pelindungan dan juga perlakuan yang tidak manusiawi. Menurutnya, seharusnya Indonesia melakukan moratorium.

“Harusnya kita lakukan moratorium. Walau banyak kritik dari internal mengenai gagasan saya ini, tapi ini suara hati. Perlu dilihat Kembali, apakah bekerja ke Malaysia masih relevan? Harusnya selain moratorium, kita tarik saja semua PMI disana. Sekitar 1,5 juta PMI yang kerja di perkebunan dapat kita pekerjakan di perkebunan milik PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) di Indonesia. Sepanjang Malaysia tidak ada itikad dan niat memperbaiki undang-undang pelindungan dan pelayanan para petugasnya. Ini momentum evaluasi bersama. Bahwa harus diakhiri ego sektoral dari Kementerian Lembaga yang selama ini menjadi masalah fundamental," kata Benny.

Mereka (Malaysia), lanjut Benny, harus mengakui bahwa kita sama-sama saling membutuhkan. Benny menyebut harus ada perubahan mental, dimana sifat inlander harus diubah. Jangan merasa hanya kita yang membutuhkan mereka.

Fahmi Panambang, perwakilan dari Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB), yang hadir secara daring mengatakan, adanya aturan Perkebunan di Tawau mengenai jumlah Pekerja yang hanya diperbolehkan satu orang setiap 8 hektar, menyulitkan para PMI.

“Aturan ini jelas sengaja dibuat oleh pihak Malaysia, agar para PMI yang ingin bekerja disana bekerja secara illegal dan tidak memiliki dokumen. Dengan tidak adanya dokumen, maka hak PMI sulit untuk terpenuhi. Kami mendorong pemerintah untuk negosiasi ulang terkait aturan yang memberatkan para PMI ini," tuturnya.

Menanggapi hal tersebut, Benny menyampaikan permasalahan tersebut kepada Kementerian Ketenagakerjaan dan juga Kementerian Luar Negeri, agar pihak Indonesia dan Malaysia bisa duduk Bersama untuk memperbaiki sistem yang ada.

“kami terima dengan baik masukan dan saran yang diberikan. Ini pintu untuk meperbaiki banyak persoalan yang ada disana. Juga regulasi yang harus diperbaiki antara Indoensia dan Malaysia," ujar Benny.

Turut mendampingi Kepala Badan, Staf Khusus Kepala Badan, Wawan Fachrudin, Direktur Pelindungan Dan Pemberdayaan Kawasan Asia Dan Afrika, Brigjen Pol Suyanto dan Direktur Pelindungan Dan Pemberdayaan Kawasan Eropa Dan Timur Tengah, Brigjen Pol. Drs. Adeni Muhan Daeng Pabali. ***(HUMAS/TDW/AH)