Sunday, 28 April 2024

Berita

Berita Utama

Sosialisasi UU No. 18/2017 di Makassar, Kepala BP2MI Sampaikan Pentingnya Sinergi Pusat dan Daerah

-

00.06 14 June 2021 1606

Sosialisasi UU No. 18/2017 di Makassar, Kepala BP2MI Sampaikan Pentingnya Sinergi Pusat dan Daerah

Makassar, BP2MI (14/6) - Bertandang ke Makassar, Sulawesi Selatan, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) kembali mengadakan Sosialisasi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 di hadapan pemerintah daerah se-Provinsi Sulawesi Selatan. 

Sulawesi Selatan (Sulsel) menjadi provinsi ke-10 dalam rangkaian sosialisasi UU No.18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia yang dilakukan oleh BP2MI. 

Kepala BP2MI, Benny Rhamdani, menyampaikan pentingnya sosialisasi ini dilakukan agar tercipta sinergi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 

"BP2MI senantiasa bergerak secara progresif dalam melakukan sosialisasi UU No. 18/2017 kepada setiap Pemda di Indonesia. Undang-Undang ini adalah Undang-Undang yang progresif dan revolusioner yang menandai era baru BP2MI," ungkap Benny. 

Kepala BP2MI menyampaikan bahwa dalam UU No.18/2017 terdapat pembagian tugas yang jelas antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota, hingga Pemerintah Desa, yakni pada Pasal 40, 41, dan 42.

"Bisa dilihat selama ini, kasus-kasus yang menimpa PMI adalah yang berangkat secara nonprosedural. Ini bisa dicegah bersama-sama oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan bersinergi melaksanakan amanat UU No. 18/2017 ini," lanjut Benny. 

Dijelaskan oleh Benny bahwa dalam 5 tahun terakhir (2016-2020), Sulawesi Selatan termasuk ke dalam 15 besar provinsi dengan penempatan tertinggi setiap tahunnya, yaitu rata-rata penempatan per tahun adalah 907 orang atau secara total terdapat 4.535 warga Sulawesi Selatan yang menjadi PMI.

Adapun Kab./kota daerah kantong PMI di Sulsel adalah Gowa, Bantaeng, Jeneponto, Pinrang, dan Bulukumba, dengan jabatan yang paling banyak diminati adalah Plantation Worker, Agricultural Labour, Housemaid, Worker, dan Operator. Sedangkan untuk negara penempatan terbesar saat ini adalah Malaysia. 

"Daripada ke Malaysia, lebih baik bekerja ke negara-negara yang memiliki UU tentang pelindungan tenaga kerja yang baik, dan memiliki nilai tawar terhadap PMI yang sangat tinggi, misalnya Jepang, Korea, Hong Kong, Taiwan, serta negara-negara Eropa. Ini dapat menjadi salah satu solusi ke depan. Ayo kita cetak mereka yang memiliki keterampilan untuk bekerja ke luar negeri," papar Benny. 

Bila dilihat dari estimasi remitansi yang bisa didapatkan oleh Pemprov. Sulsel dari PMI, dalam setahun bisa didapatkan hingga Rp. 26,1 miliar atau setara dengan 0,24% APBD Sulsel tahun 2020.

"Ini berdasarkan estimasi data yang tercatat di dalam Sisko P2MI, sedangkan yang tidak tercatat (nonprosedural) kemungkinan jumlahnya tidak sedikit sehingga nilai remitansi bisa melebihi angka estimasi tersebut," jelas Benny. 

Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Abdul Hayat Gani, menyambut baik adanya sosialisasi ini. Yang tidak kalah penting, ungkap Abdul, adalah keterpaduan dan sinergitas seluruh pemangku kepentingan terkait, melalui pendekatan komunikasi dan koordinasi. Dari sisi kelembagaan, keberadaan BP2MI sangat diharapkan memudahkan proses pelayanan penempatan dan pelindungan PMI.

"Saya mengajak seluruh stakeholder terkait untuk melakukan deteksi dini sekaligus mencegah adanya praktik penempatan nonprosedural PMI yang sangat merugikan kita bersama," jelas Abdul. 

Selaras dengan itu, anggota Komisi IX DPR RI, Ashabul Kahfi, mengungkapkan pentingnya para PMI untuk memiliki keterampilan untuk bekerja ke luar negeri. 

"Jika PMI memiliki keterampilan, maka posisi nilai tawar mereka menjadi lebih tinggi. Hal ini turut mencegah penempatan nonprosedural PMI. Ini bukan hanya tugas BP2MI, tapi juga tugas kita bersama. Tugas BP2MI memang berat, apalagi dengan anggaran yang sedikit, karena itu harus kita dukung," jelas Ashabul. ** (Humas/MIT)