BP3MI Kalimantan Barat Fasilitasi Pemulangan Pekerja Migran Alami Kekerasan dan Sakit di Malaysia
-

BP3MI Kalimantan Barat Fasilitasi Pemulangan Pekerja Migran Alami Kekerasan dan Sakit di Malaysia.
Pontianak, KP2MI (4/8/2025) — Balai Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Kalimantan Barat menerima laporan adanya seorang Pekerja Migran Indonesia nonprosedural atas nama Elvy asal Nusa Tenggara Timur, yang mengalami kekerasan dan sakit selama bekerja di Malaysia. Elvy mulai bekerja sejak Mei 2025 sebagai Pekerja Rumah Tangga (PLRT) melalui sebuah agency bernama Paramesa Sdn. Bhd yang berlokasi di Kuching, Sarawak, dan masuk ke Malaysia melalui jalur tidak resmi.
Sebelum diberangkatkan, Elvy sempat ditampung di sebuah lokasi di Depok untuk proses pembuatan dokumen paspor. Namun selama bekerja, Elvy mengaku tidak menerima gaji secara penuh dan menjadi korban tindakan kekerasan dari pihak agency.
Setelah kurang lebih tiga bulan bekerja, Elvy mengalami sakit dan mengajukan permintaan untuk dipulangkan. Namun, bukannya dikembalikan ke pihak keluarga, Elvy justru dikembalikan ke pihak agency, di mana ia kembali mengalami dugaan kekerasan dan bahkan mendapat tuntutan ganti rugi secara sepihak.
Melihat kondisi kesehatannya yang semakin menurun, Elvy akhirnya dipulangkan menggunakan taksi sewaan dari Kuching menuju wilayah Kabupaten Sambas melalui jalur tidak resmi. Setibanya di Sambas, kondisi Elvy terus memburuk hingga sempat mengalami koma dan dirujuk ke RSUD Sambas, lalu kembali dirujuk ke RSUD Soedarso Pontianak untuk mendapat perawatan lebih lanjut. Berdasarkan hasil pemeriksaan medis, Elvy mengalami gejala penyakit jantung serta trauma ringan akibat kekerasan yang dialaminya.
Menindaklanjuti kondisi ini, BP3MI Kalimantan Barat bergerak cepat untuk memastikan pelindungan dan pemulihan kesehatan bagi Elvy. Saat ini, Elvy tengah mendapatkan perawatan intensif, dan BP3MI Kalimantan Barat akan segera berkoordinasi dengan BP3MI Nusa Tenggara Timur untuk proses fasilitasi pemulangan ke daerah asal.
Kepala BP3MI Kalimantan Barat, Ahmad Fadlin, menyampaikan keprihatinannya atas kasus ini dan menegaskan pentingnya peningkatan kesadaran masyarakat tentang bahaya bekerja ke luar negeri melalui jalur tidak resmi, serta mendorong seluruh calon Pekerja Migran Indonesia untuk melalui prosedur resmi yang dilindungi negara.
“Kasus Elvy menjadi pelajaran penting bahwa bekerja ke luar negeri secara nonprosedural membuka risiko besar terhadap eksploitasi, kekerasan, dan kerentanan hukum. Negara hadir untuk melindungi, namun pelindungan efektif hanya dapat diberikan jika proses penempatan dilakukan sesuai aturan,” ujar Ahmad.** (Humas/BP3MI Kalbar)