Friday, 18 July 2025
logo

Berita

Berita Utama

Hadapi Tantangan Pengasuhan Anak, KP2MI Gelar Lokakarya untuk Keluarga dan Anak Pekerja Migran

-

00.07 11 July 2025 98

Hadapi Tantangan Pengasuhan Anak, KP2MI Gelar Lokakarya untuk Keluarga dan Anak Pekerja Migran

Tangerang, KP2MI (11/7) - Bekerja ke luar negeri bukanlah tanpa tantangan. Salah satunya adalah tantangan untuk berkomunikasi jarak jauh dengan keluarga, terutama anak. Walaupun tengah di negara tetangga, peran orang tua tetaplah melekat.

Merespon tantangan tersebut, Dharma Wanita Persatuan (DWP) bersama Direktorat Reintegrasi dan Penguatan Keluarga Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI)/Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menggelar Lokakarya Dukungan Keluarga Untuk Penguatan Psikososial Anak Pekerja Migran Indonesia di Kecamatan Mekarbaru, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (11/7).

Di hadapan keluarga dan Anak Pekerja Migran Indonesia, Penasihat DWP KP2MI/BP2MI, Desiani Karding, mengatakan kegiatan ini berlangsung agar para anak pekerja migran tetap mendapatkan kasih sayang pendampingan secara optimal walaupun orang tua jauh dari rumah.

"Kami ingin anak2 tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang lebih sehat. Ini selaras dengan Asta Cita Presiden Prabowo sebagai landasan menuju Indonesia Emas 2045," jelasnya.

Sementara itu, Direktur Reintegrasi dan Penguatan Keluarga, Hadi Wahyuningrum mengatakan perlunya peningkatan kesadaran keluarga untuk menjaga kesehayan psikososial anak pekerja migran. 

"Penting untuk keluarga agar mendukung anak-anak yang ditinggal ke luar negeri agar terjaga secara emosional. Dalam hal ini, komunikasi harus tetap dibangun agar hubungan anak dan orang tua tetap harmonis," tuturnya.

Senada, Komisioner Komnas Perlindungan Anak, Cornelia Agatha dalam paparannya menjelaskan bahwa para orang tua yang merupakan pekerja migran juga harus hadir secara emosional.

"Tidak hanya materi. Komunikasi secara video call atau telepon harus digunakan sebagai momen yang berharga memberikan dukungan anak-anak secara emosional," pungkas Cornelia.

Hal ini perlu agar jangan sampai anak pekerja migran mencari validasi dari orang yang salah, yang berujung pada terjerumusnya para anak ke dalam aktivitas yang kontra produktif. **(Humas/MSA)